Aku anak perempuan bungsu yang sedari kecil sudah dipaksa untuk mandiri. Aku bukan anak yang setiap kali punya keinginan langsung dikabulkan oleh orang tuaku. Ibuku bahkan mengajarkan bahwa ‘jika kamu menginginkan sesuatu, usahakan sampai keinginanmu terwujud’.
Aku tak sempat merengek, aku tak sempat bermanja-manja, aku dibentuk menjadi ‘warrior’ semenjak kecil. Aku bahkan lupa apakah aku pernah menangis karena dinakali oleh temanku? Rasanya tidak. Yang kuingat suatu kali aku pulang ke rumah dan mengadu pada Ibu bahwa aku dinakali oleh temanku, Ibu menjawab “kalau kamu berani, lawan, kalau tidak, kamu tidak usah main”.
Sejak saat itu aku tidak pernah lagi mengadu tentang apapun yang terjadi padaku di luar rumah. Semua aku hadapi sendiri Pak, Bu …
Bertahun-tahun aku menjalani hidup untuk menjadi serba bisa, menjadi kuat seperti yang Ibu Bapak inginkan. Tapi aku juga seorang anak, anak yang butuh pelukan, butuh di dengarkan, yang aku tidak cukup mendapatkan itu selama aku menjadi anak Bapak dan Ibu.
Bukan aku menyesal menjadi anak Bapak Ibu, aku bangga menjadi anak kalian. Kalian hebat mencetak kami menjadi ‘warrior’.
Tetapi ternyata menjadi serba bisa dan kuat selama bertahun-tahun itu melelahkan, sungguh hidup selama ini dalam ‘survival mode’ rasanya sangat melelahkan.
Aku lelah menjadi kuat dan mandiri!